Pada suatu hari, anak kelas tiga mengikuti pelajaran menggambar. Labetta menyuruh masing-masing muridnya untuk menggambarkan sebuah bendera negara apa saja yang mereka ingat. Telur —nama aslinya Bara Iko—menggambar bendera Malaysia karena dia pernah melihat bendera tersebut di baju bapaknya yang pernah merantau ke negara tersebut. Marecu Senna, anak yang dijuluki Gajah karena gendut dan kuat makan, menggambar bendera Amerika. Ada juga yang menggambar bendera yang hanya satu warna, yaitu warna hitam. Ketika salah satu temannya bertanya, “Bendera apa itu?” Dia hanya menjawab, “Tidak tahu, saya tidak pernah melihat bendera.” Ada yang berwarna kuning, ada yang seperti kain batik, ada yang hanya kotak-kotak, ada yang seperti bendera mayat. Banyak sekali macam bendera yang digambar oleh mereka.Setelah selesai, giliran Labetta memeriksa bendera-bendera tersebut. Semua anak gelisah. Mereka takut Labetta marah karena gambarnya jelek. Karena seperti biasa Labetta sering terinspirasi untuk memberi, menambah, atau mengganti julukan muridnya setelah memeriksa hasil pekerjaan mereka. Panjang, nama aslinya Itanre Ladde, mendapat penggantian nama julukan. “Panjang, namamu sekarang saya ganti dengan Pocong,” kata Labetta disambut dengan suara tawa oleh teman-teman Panjang. Panjang protes. Tetapi Labetta tidak peduli. Dalam kelas itu berlaku aturan, Patuhi guru, apa pun yang terjadi! Tetapi Panjang minta penjelasan kenapa namanya diganti menjadi Pocong. “Kamu saya panggil Pocong karena kamu menggambar bendera mayat bukan bendera negara. Mengerti?” Murid yang lain menertawai Pocong. Pocong hanya bisa pasrah. Dia sedih sekali. Dia memikirkan cara cari uang untuk mengganti papan namanya. Sebelum keluar dari kelas Labetta memanggil Isabbara ke kantor kepala sekolah dan memerintahkan kepada yang lainnya untuk tetap di tempat. Semua murid dalam kelas itu bertanya-tanya. Isabbara sangat takut.Isabbara, yang dijuluki Lemah Syahwat karena pernah tidak datang ke sekolah karena alat kelaminnya bengkak setelah disunat, mengikuti langkah Labetta ke kantor dengan perasaan tak menentu. Dia menangis. Dia sedih. Apa yang akan terjadi dengan dirinya. Sesampainya di ruang kepala sekolah, Labetta menempeleng Isabbara. Lalu Labetta membentur-benturkan keras-keras kepala Isabbara di meja. “Sekarang nama kamu saya ganti dengan ini,” sambil menuliskan sesuatu dengan spidol berwarna merah di dahi Isabbara. “Ayo, kita ke kelas lagi!”Sesampainya di kelas Labetta menyuruh Isabbara berdiri di depan kelas. “Sekarang nama Lemah Syahwat diganti dengan nama yang ada di jidatnya yang rata itu.” Murid yang lain tertawa. “Kalian semua tidak boleh lagi memanggilnya Lemah Syahwat,” sambung Labetta, “Dan ingat jangan coba-coba mendekati dia lagi. Dia sangat berbahaya.” Isabbara menangis tersedu-sedu. Dia belum tahu nama seperti apa sekarang yang ada di dahinya. Dia juga tidak tahu siapa yang ada di depannya yang tertawa itu. Dan siapa orang yang selalu berbicara di sampingnya itu. Benturan keras di kepalanya telah membuatnya lupa segala sesuatunya.Lalu Labetta menulis sesuatu di papan tulis. “Sekarang kau teriakkan kalimat ini seribu kali.” Labetta membentak Isabbara. Sambil menagis Isabbara membaca tulisan itu.Nama saya Teroris. Saya berjanji tidak akan menggambar bendera dengan bintang-bintang dan bulan sabit lagi! "Sebuah kisah novel, ttg gimana penghargaan kepada seorang wanita, keagungannya dari mahkota kesombongan seorg wanita. Buku ini terinspirasi dari beberapa interaksi seorg I. Pramugie dgn wanita2 yg pernah di temuinya, baik sbg sahabat atau wanita terdekatnya." cerita selanjutnya...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar