Selasa, 06 Mei 2008

Kutipan Cerita Pelacur No. 26

Hari ini kami janji mau reuni. Sudah bertahun-tahun kami tak bertemu dan tentunya ada kangen yang menggasak dada, menyuruh bertemu lagi. Aku menunggunya di sebuah kedai dengan lampu hampir padam. Duduk di meja paling pojok sambil membasahi rokok yang terus menerus kumasukkan ke mulutku.
Sambil menunggu, aku coba-coba tulis puisi. Tapi tak pernah jadi. Aku gonta-ganti judul dan berusaha bernegosiasi dengan setiap lembar kenangan yang masih kubuka-buka dalam hayalku. Sesekali kepalaku bergoyang mengikuti alunan swing lembut yang diputar pemilik kedai. Seleranya boleh juga.
Dari jauh, roda kereta api menggesek relnya yang berahi. Apakah kereta itu membawa yang kutunggu? Sudah berapa lama aku menunggunya? Setahun? Dua tahun? Tiga tahun? Atau selamanya? Entah. Aku tak memikirkan soal waktu karena waktu tak pernah memikirkanku. Aku hanya memikirkannya, menunggunya. Aku merancang reuni ini terlebih untuk diriku sendiri. Aku tak pernah begitu mengerti soal 'pertemuan kembali'. Jadi tak salah kalau aku menjajal dengannya. Apakah ini akan berakhir di tempat tidur seperti dulu aku juga tak pernah mau peduli. Yang penting aku bertemu lagi dengannya.
Lalu aku melihat dia, berjalan menuju arahku. Badannya masih tetap ramping dan tegap. Dadaku masih berdesir, seperti dulu. Dia memang selalu begitu, membawa segala ekstase bersamanya bahkan ketika dia berjalan. Dia mencium pipiku, hampir menyentuh bibirku. Kurang ajar! Tapi aku suka. Dia juga tertawa.
Matanya menggerayangiku. Mencabik-cabik rambutku yang sudah termakan siang, kancing kemejaku yang terlepas di bagian dada, dan belahan rok yang mengumbar paha. Aku tampar pipinya lembut. Kamu masih saja jalang. Tapi dia cuma terbahak dan bilang kalau aku masih saja pintar. Aku tersipu, terbodoh-bodoh. Aku tahu maksudnya, dia suka caraku menyembunyikan tubuhku. Aku juga suka caranya memperlihatkan tubuhnya: begitu ditutup-tutupi. Dia pakai jaket yang dikancing sampai leher, celana jeans yang dibelinya bersamaku bertahun lalu dan terlihat lapuk sekarang. Ah, kamu memang bajingan. Kamu juga bajingan, katanya. Kami berdua tertawa.
Sambil menyeruput teh hangat, kami mengumpulkan kembali berkas-berkas ingatan masa lalu. Sepertinya ini biasa dilakukan oleh setiap orang saat reuni. Dan aku bosan. Masa lalunya terlalu menjemukan. Dia pacaran, pacaran, dan pacaran. Pacarmu terlalu banyak, aku pusing menghafal nama-namanya. Setelah itu dia menanyakan masa laluku. Aku tidak pernah pacaran lagi. Aku suka wajahnya yang kebingungan. Dahinya berkerut saat menatapku dan kuakui sangat sexy. Aku tak perlu berteori tentang cinta di hadapannya. Aku cukup mengerlingkan mataku yang sepat kena asap rokok dan kuharap dia segera mengerti atau kami cuma buang-buang waktu saja di sini. Dia tertawa lagi. Aku makin suka melihatnya ceria.... "Cuplikan Cerita dari sisi kehidupan Gelap Kontemporer Wanita. Kisah Kehidupan Pelacur dari segala kerendahannya, dari penghinaan yg terlontar di kalimat-kalimat Pramugie ini, sangat menyakitkan Wanita yg berprofesi sbg Pelacur. Pelacur yg bertitel No.26 ini lah yg mampu memberikan Argumentasi yg hebat dlm kehidupan, yg mampu menggemingkan Pramugie, yg akhirnya tercipta cahaya yg mampu menyilaukan Pelacur No. 26." klik disini untuk baca cerita selanjutnya....

Tidak ada komentar: